Minggu, 01 Agustus 2010

Fasal tentang Puasa Ramadhan
Puasa pada bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan oleh setiap orang Islam. Kewajiban puasa Ramadhan berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'.
Allah SWT berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa ... (QS. Al-Baqarah: 185)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
بُنِيَ الإسْلاَ مُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ أنْ لاَ إلَهَ إلا الله وَأنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإقَامِ الصَّلا ةَ وَإيْتاَءِ الزَّكَاةِ وَالحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam berasaskan lima perkara, yaitu bersaksi tidak ada dzat yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa dibulan Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua dalil di atas dijadikan dasar oleh ulama untuk berijma' bahwa puasa Ramadhan adalah wajib bagi setiap muslim.

Kapan dan Bagaimana Datangnya Ramadhan?

Datangnya bulan Ramadhan ditetapkan dengan dua jalan, pertama dengan terlihatnya hilal dan kedua, setelah menggenapkan bulan Sya'ban hingga 30 hari.

Sebaiknya memulai puasa Ramadhan dan juga hari raya 'Idul Fitri "mengikuti penetapan hilal yang dilakukan oleh pemerintah, dengan syarat pemerintah telah menjalankan prosedur penetapan hilal secara benar. Hal itu dalam rangka menjaga persatuan dan ukhuwah umat Islam.

Rasulullah SAW bersabda:
إذَا رَأيْتُمُ الْهِلَا لَ فَصُوْمُوا وَإذَا رَأيْتُمُوْهُ فَأفْطرُوْا فإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوا ثَلا ثِيْنَ يَوْمًا

Apabila kalian melihat hila (bulan Ramadhan) maka puasalah dan apabila kalian melihat hilal (bulal Syawal) maka berbukalah (lebaran), dan apabila tertutup awan (mendung) maka berpuasalah 30 hari. (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:
الصَّوْمُ يَومٌ تَصُوْمُوْنَ وَاْلفِطْرُ يَوْمٌ تُفْطِرُوْنَ وَالْأضْحَى يَوْمٌ تُضَحُّوْنَ
Puasa itu adalah pada hari kalian semua berpuasa, dan leba ran itu pada hari kalian berbuka, sedangkan Idul Adha adalah pada saat kalian semua berqurban. (HR. Tirmidzi)

Berdasarkan hadits ini kita dianjurkan agar menjaga persatuan dan persaudaraan sesama umat Islam, jangan terpecah belah dan saling bermusuhan, hanya karena perbedaan waktu hari raya.

Syarat Wajib Puasa

Syarat wajib melaksanakan puasa adalah:
1. Islam
2. Baligh (cukup umur)
3. Berakal (tidak hilang akal)

Rukun Puasa

Puasa tidak akan sah jika tidak memenuhi rukun-ruku puasa, yaitu:
1. Niat
Niat puasa harus dilakukan setiap malam bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits Rasul SAW:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّياَمَ قَبْلَ الفَجْرَ فَلا صِيَامَ لَهُ

Barang siapa tidak berniat puasa pada malam sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. (HR. Nasai)

2. Menahan diri
Yaitu me nahan diri dari. segala yang membatalkan puasa seperti : makan, minum dan bersetubuh mulai terbit fajar sampai terbenanam matahari.

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Adapun yang membatalkan puasa adalah
sebagai berikut:
1. Makan, minum dan bersetubuh dengan sengaja.
2. Sesuatu yang masuk sampai ke tenggorokan, baik berkumur ketika wudhu atau menelan sesuatu benda dan yang lainnya.
3. Keluar mani dengan sengaja, seperti karena berlama-lama memandang wanita, mengkhayal, berciuman atau bersentuhan dengan wanita sehingga keluar mani.
4. Muntah dengan sengaja. Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ

Barangsiapa muntah dengan sengaja maka wajib mengqadha' (puasanya). (HR. Tirmidzi). Adapun muntah tanpa sengaja, tidak membatalkan puasa.

5. Barangsiapa makan atau minum, dia menyangka telah maghrib, temyata masih siang, maka puasanya batal.
6. Tidak bemiat puasa pada malam harinya.
7. Keluamya darah haid atau nifas.
8. Murtad.
9. Hilang akal atau gila.

Semua hal yang membatalkan puasa di atas hanya wajib mengqadha' (mengganti puasa) di luar bulan Ramadhan.
Bagi orang yang batal puasanya karena bersetubuh dengan istrinya, maka dia wajib membayar kafarat. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
جَاءَ رَجُلٌ إلَى النّبِي صلى الله عليه وسلم فقالَ: هَلَكْتُ يا رَسُوْلَ الله. قال:وَمَا لَكَ ؟ قال: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأتِي فَي رَمَضَانَ. قالَ: هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا ؟ قال: لا. قال: فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ أنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قاَلَ: لاَ. قاَلَ: فَهَلْ تَجِدُ إطْعَامَ سِتِّْينَ مِسْكَيْنًا. قال: لا. قال أبو هريرة: ثم جلس فأتى النبي صلى الله عليه وسلم بِعِرَقٍ فِيْهِ تَمْرٌ. قال: تَصَدَّقْ بِهَذَا. قال: يا رسولَ اللهِ أعَلَى أفْقَرَ مِنِّي واللهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا يُرِيْدُ الحَرَّتيْنِ أهْلُ بِيْتٍ أفْقَرُ مِنْ أهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ حَتَّى أنْيَابُهُ، وقال: اذْهَبْ، فَأطْعِمْهُ أهْلَكَ

Seorang laki-Iaki datang menghadap Nabi SAW lalu berkata: "Celaka, ya Rasulullah!" Nabi bertanya: "Apa yang membuatmu celaka?" Ia menjawab: “Saya telah menggauli istri saya pada siang bulan Ramadhan." Kemudian Nabi bertanya: "Apakah kamu punya uang untuk memerdekakan budak?" Dia menjawab: “Tidak punya.” Nabi bertanya: “Apakah kamu sanggup berpuasa dua bulan berturur-turut?" Ia menjawab: “Tidak.” Nabi bertanya lagi: "Apa kamu punya makanan untuk engkau berikan kepada enam puluh fakir miskin?" Ia menjawab: “Tidak punya.” Nabi pun terdiam, kemudian Nabi SAW mendapat hadiah sekeranjang kurma. Lalu Nabi SAW bersabda: "Ambillah kurma ini, lalu sedekahkanlah. " Ia berkata: “Ya Rasulullah, apakah ini disedekahkan kepada orang yang lebih miskin dari pada saya, padahal tidak ada yang lebih miskin dari keluarga saya.” Maka Nabi pun tersenyum hingga nampak giginya, lalu Beliau bersabda: "Pergilah dan berikan makanan ini kepada keluargamu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini bahwa orang yang dengan sengaja menggauli istri pada siang hari bulan Ramadhan, maka dia harus membayar kafarat dengan urutan sebagai berikut:
1. Memerdekakan budak
2. Berpuasa dua bulan berturut-turut
3. Memberikan makan kepada 60 orang miskin.

Pembayaran kafarat ini tidak boleh memilih tetapi harus berdasarkan urutan dari satu sampai tiga.


Orang-Orang yang Diperbolehkan Tidak Puasa

Ada beberapa macam orang yang mendapat dispensasi tidak puasa, yaitu:
1. Wanita hamil, sesuai dengan petunjuk dokter.
2. Wanita yang sedang menyusui, seperti haInya wanita hamil.
3. Musafir, orang yang bepergian jauh bukan untuk tujuan maksiat. Setelah itu wajib mengqadha' puasa yang ditinggalkannya.
4. Orang lanjut usia yang tidak sanggup lagi berpuasa. Sebagai gantinya dia harus membayar fidyah setiap hari dengan memberi makan kepada satu orang miskin.
KH A Nuril Huda
Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Keistimewaan Bulan Ramadhan dan Doa-doa Pilihan

Bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan yang besar. Semua amal soleh yang dilakukan pada bulan ini akan mendapat balasan lebih banyak dan lebih baik. Oleh karena itu kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebajikan dan meninggalkan kemaksiatan. Diantara keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan tersebut, disebutkan dalam beberapa riwayat:

1. Ramadhan adalah bulan penuh berkah, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dibelenggu. Pada bulan Ramadhan terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah SAW bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌمُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلًّ فَيْهَ الشَّيَاطَيْنُ فَيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ

Telah datang Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. (HR. Ahmad)

2. Allah SWT membebaskan penghuni neraka pada setiap malam bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:
إذَا كَانَ أوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِرَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أبْوَابُ الجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِيْ مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Jika awal Ramadhan tiba, maka setan-¬setan dan jin dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Sedangkan pintu-pintu surga dibuka, dan tidak satu pintu pun yang ditutup. Lalu ada seruan (pada bulan Ramadhan); Wahai orang yang menginginkan kebaikan, datanglah. Wahai orang yang ingin kejahatan, tahanlah dirimu. Pada setiap malam Allah SWT memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka. (HR Tirmidzi)

3. Puasa bulan Ramadhan adalah sebagai penebus dosa hingga datangnya bulan Ramadhan berikutya. Rasulullah SAW bersabda:
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَاُن إلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاةٌ مَا بَيْنَهُنَّ إذَاجْتَنَبَ اْلكَبَائِرَ

Jarak antara shalat lima waktu, shalat jum’at dengan jum’at berikutnya dan puasa Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya merupakan penebus dosa-¬dosa yang ada diantaranya, apabila tidak melakukan dosa besar. (HR Muslim)

4. Puasa Ramadhan bisa menebus dosa-dosa yang telah lewat, dengan syarat puasanya ikhlas. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa dibulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)

5. Barangsiapa memberi buka orang yang puasa maka mendapat pahala sebanyak pahala orang puasa tersebut.
مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أجْرِ الصَّا ئِمِ لَا يَنْقُصَ مِنْ أجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ

Barangsiapa memberi perbukaan (makanan atau minuman) kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut. (HR Ahmad)

6. Sedekah yang paling baik adalah pada bulan Ramadhan.
أيُّ الصَّدَقَةِ أفْضَلُ؟ قَالَ صَدَقَةٌ فَيْ رَمَضَانَ

Rasulullah SAW pemah ditanya; Sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Yaitu sedekah dibulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi)

7. Orang yang banyak beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan, maka dosa-¬dosanya diampuni oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

8. Doa orang yang berpuasa adalah mustajab Rasulullah SAW bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ ؛دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

Ada tiga macam doa yang mustajab, yaitu doa orang yang sedang puasa, doa musafir dan doa orang yang teraniaya. (HR Baihaqi)

9. Puasa dan ِAl-Qur’an yang dibaca pada malam Ramadhan akan memberi syafaat kepada orang yang mengerjakannya kelak dihari kiamat. Rasulullah SAW bersabda:
اَلصُّيَامُ وَاْلقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ يَقُوْلُ اَلصِّيَامُ أيْ رَبِّ مَنَعْتُهُُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتَ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فَيْهِ وَيَقُوْلُ اْلقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِالَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ قَالَ فَيُشَفِّعَانِ

Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Ya Rabbi, aku mencegahnya dari makan dan minum di siang hari”, ِAl-Qur’ an juga berkata: “Aku mencegahnya dari tidur dimalam hari, maka kami mohon syafaat buat dia.” Beliau bersabda: “Maka keduanya dibolehkan memberi syafaat.” (HR Ahmad)

10. Orang yang melaksanakan Umrah pada bulan Ramadhan maka mendapat pahala seperti melakukan Haji. Rasulullah SAW bersabda:
فَإِنَّ عُمْرَةَ فِيْ رَمَضَانَ حَجَّةٌ

Sesungguhnya umrah dibulan Ramadhan sama dengan pahala haji. (HR Bukhari)

Doa-Doa Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan mulia, penuh berkah dan mustajab, maka kita sangat dianjurkan banyak berdoa. Diantara doa-doa penting dibaca pada bulan Ramadhan adalah:

1. Doa Bulan Rajab dan Sya'ban Menyambut Ramadhan:
اَللَّهُمَّ باَرِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْناَ رَمَضَانَ

"Ya Allah, berkahilah kami dibulan Rajab dan Sya'ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadhan." (HR Ahmad)

2. Doa Lailatul Qadr:
اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا

Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Dzat Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Dzat yang Maha Pemurah. (HR Tirmidzi)

3. Doa Shalat Witir:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّْوْسِ

Maha Suci Engkau penguasa yang memiliki kesucian. (HR Nasai)
سُبُّوْحٌ قُدُّْوْسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلائِكَةِ وَالرُّوْحِ

Maha Suci Engkau Dzat yang memiliki kesucian, Tuhannya para Malaikat dan Ruh. (HR Daruquthni)

4. Menjelang Berbuka Sebaiknya Membaca doa:
أشْهَدُ أنْ لاَإلَهَ إلاَّ اللهُ أسْتَغْفِرُ اللهُ أسْألُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ

Saya bersaksi tidak ada Tuhan Selain Allah, Saya mohon ampun kepada Allah, Saya mohon Ridha-Mu, Surga¬Mu dan selamatkanlah saya dari neraka." Mu dan selamatkanlah saya dari neraka.

5. Doa Buka Puasa
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَاءُ وَابْتَلَّتْ العُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأجْرُ إنْ شَاءَ اللهُ

Ya Allah, Aku berpuasa hanya untuk-¬Mu dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Hilanglah rasa haus, tenggorakan menjadz basah, semoga pahala ditetapkan, insya Allah." (HR Abu Dawud)

6. Jika Berbuka di Tempat Saudara dianjurkan mengucapkan:
أفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُوْنَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمْ اْلأبْرَارَ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلاَئْكَةُ

Telah berbuka di tempatmu orang-orang yang puasa. Orang-orang baik memakan makanan kalian, dan para malaikat mendoakan kalian." (HR Abu Dawud)

KH A Nuril Huda
Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

Kamis, 24 Juni 2010

Kewajiban istri taat pada suami. (Lihat Q.S Annisa ayat 34).
Inilah sebesar-besar hak suami dari istrinya dan kewajiban istri terhadap suaminya. Yakni :"ta'at kepada suaminya". Sangat banyak hadits-hadits shahih yang mendukung akan hal ini. Sebenarnya dari yang satu ini saja sudah mencakupi keseluruhan hak-hak suami pada istrinya.
Dalam Alquran dan bahasa Arab, ada yang diistilahkan jami'ul kulum(satu lafaz yang singkat mencakup keseluruhan makna).
Dari kata "ta'at" saja, sudah mencakup disana kewajiban sang istri, bukan hanya sekedar istim'ta(jima' ), tetapi juga urusan memasak, mencuci, menggosok, ngepel dan sebagainya itu dalam hal urusan RT. Kenapa? Bagaimana, kalau sang suami meminta sang istri masak, cuci gosok dirumah, apakah kita tidak mau, dengan alasan bukan kewajiban kita, karena tidak ada perintah baik dalam AlQuran maupun hadits yang mewajibkan hal itu secara dhahir(nyata) , lafaznya?lantas, bagaimana dengan kewajiban utama sang istri pada suami, yakni Ta'at(ta'at sepanjang bukan ma'siat pda Allah Ta'ala tentunya, sebab dalam hadits disebutkan :"Laa thaa'ata al makhluuq fiy ma'siatil khaaliq"
Ok,..kalau itu jawaban sang istri. Karena tidak adanya nash sharih akan kewajiban cuci, masak ngepel dllnya.
Mari sama-sama kita jawab:
Bagaimana dengan perintah sang istri wajib ta'at pada suaminya? Kalau suami suruh masak gimana?
Kemudian, coba kita lihat qaedah Fiqh/ushul fiqh :"Al 'aadah muhakkamatun" (Kebiasaan suatu tempat/daerah menjadi hukum). Ingat, seperti yang pernah saya sampaikan, qauedah ushul fiqh kedudukannya dalam hukum seperti alat, dipakai saat dibutuhkan, dan di pakai sesuai dengan tempat yang dibutuhkan. Jangan asal pakai sembarang tempat saja. Nantik kaedah semacam diatas dipakai seenaknya saja.
Saya dulu agak kaget melihat kaedah :"Al 'aadah muhakkamatun" ini dipakai dalam hukum warisan di Minang, yang mana harta pusaka tinggi jatuh pada garis keturunan ibu saja. Dengan memakai kaedah ini, juga kaedah al mashalih al mursalah. Hal ini saya tentang habis-habisan dengan memberikan penjelasan dari kaedah ushul fiqh dan fiqh dalam islam itu seperti apa. Al mashalih al mursalah itu dan al 'aadah al muhakkamah itu kapan dipakainya, dan bagaimana syaratnya, sempat saya sampai menulis tentang hal ini. Tidak sembarang pakai saja. Nantik pisau untuk memotong sayuran dan daging di dapur, malah bisa dipakai untuk memotong leher manusia lagi. Kan bahaya itu? Hukum warisan sudah ada ketentuannya yang jelas dari Allah ta'ala dan RasulNya.
Kembali ke pembicaraan semula.
Sudah menjadi kebiasaan di dunia ini, baik di negeri Arab sendiri ataupun di luar Arab, bahwa yang mengerjakan pekerjaan rumah adalah sang istri. Bukan suami. Suami kerjanya mencari nafkah, ini dah harga mati dari Allah Ta'ala. Sebagaimana harga mati juga, kalau Al qawwamah(kepemimpin an), berada di tangan sang suami.
Kalau Al qawwamah berada ditangan istri, maka terbaliklah dunia. Atas jadi bawah, bawah jadi atas. Sang suami pula yang disuruh masak, cuci ngepel, dimana lagi letak kepemimpinan suami kalau begitu. Apakah dengan alasan, bahwa kewajiban sang suami menyediakan makan, pakaian, tempat tinggal, jadi sang istri tinggal terima beres. Makanan yang diberikan sudah jadi begitu? Enak banget. Itu namanya sang istri pemimpin, ia yang jadi Raja kalau begitu. Ohh..alasannya katanya kan makanan kewajiban suami terhadap istri.
Ok. Benar. Nafkah lahir, makan kewajiban suami. Coba kita renungkan, Allah berfirman, makan dan minumlah kamu. Makanlah buahan, ikan dilaut, binatang ternak. Itu Allah yang berikan pada kita. Apakah Allah juga yang memasakkan ikan dan ternak ayam, kambing sapi dan sebagainya itu untuk kita. Juga buahan apel, mangga, apalagi durian, Allah kah yang kupaskan buat kita. Karena firman Allahkan, kalau Allah sudah menjamin setiap makhluk dipermukaan bumi ini, Allahlah yang akan memberi rezeki dan makan mereka. Apakah Allah juga yang kupasin mangga buat kita makan? Kalau itu dalil seorang istri kewajiban suami memberikan makan pada istrinya.
Apa suami juga yang masak? Itu sama saja kita meminta pada Allah atas janji dan jaminan Allah Ta'ala akan memberikan makan buat manusia. Kita minta Allah yang masakin kita, dan bersihkan halaman kita. Naudzubillahimindza lik. Allah memang menjamin kita akan memberikan makan, rezeki, juga sebagai makhluk kewajiban kita pada Allah ta'ala adalah ta'at kepadaNya dan menyembahNya.
Coba deh renungkan semua ini. Darimana pula landasan akal dan landasan syar'inya, kalau kewajiban suami pula yang harus memberikan kita makan yang sudah jadi, alias itu namanya kita minta suami memasak. Apalagi, kalau kita katakan tidak ada kewajiban sang istri membersihkan rumah, cuci, gosok, ngepel dan sebagainya itu.
Coba saja lihat dalam kepemimpinan, presiden yang jadi pemimpin, dia yang mengatur roda pemerintahan. Dia yang harus memberikan pelayanan baik pada sang rakyat. Tapi, rakyatnya bagaimana? Apakah rakyatnya harus duduk dan tiduran saja. Tidak bukan?. Rakyat tugasnya membantu sang Presiden, rakyat juga bekerja. Rakyat juga berhak mengkritik dan menasehati pemimpinnya kalau ada yang salah.
Inilah system kerja tabadul(saling bergantian), namanya. Masing-masing dari kedua belah pihak akan saling ketergantungan. Suami tidak bisa maju tanpa istri, begitupun sebaliknya. Tau hak-hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh syari'at. Tidak salah bukan, kalau kita disuruh mencari jodoh orang yang tau akan agama, bukan berarti orang yang harus sekolah agama. Banyak orang umum, tau agama koq? Yang penting dia tau akan agamanya.
Kalau saja katanya, dalil tidak adanya secara eksplisit akan kewajiban istri memasak dan mencuci disebutkan dalam AlQuran dan hadits. Selain kedua alasan dalil yang saya sebutkan diatas(ta'at kepada suami, serta kaedah fiqh "Al aadah muhakkamah") , kita coba lagi menambah penjelasan lainnya. Mari kita lihat hadits-hadits berikut:
Dari Ibn Umar radhiallahu' anhu beliau berkata. Aku mendengar Rasulullah bersabda: " Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang lelaki (suami), menjadi pemimpin dalam keluarganya, dan ia akan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, dan perempuan juga pemimpin didalam RT (rumah suami) nya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang ada dalam rumah tersebut. Masing-masing kamu semuanya pemimpin.(H. R Bukhari dan Muslim)
Syahid dalam hadits ini, bahwa istri bertanggung jawab atas urusan RT adalah kalimat diatas :"Perempuan( istri), bertanggung jawab atas rumah suaminya.

Jelas sekali disana kewajiban istri dalam rumah suami. Menjaga harta suami, memikirkan apa yang akan dimakan nantiknya, menjaga kebersihan rumah dan sebagainya. Karena apa? Karena jelas disana dikatakan tanggung jawab istri. Apakah harus di perinci secara jelas, kamu wahai para istri masak, cuci ngepel begitu? Mintalah sama Allah Ta'ala, "Ya Allah tolonglah kupasin buah durian ini, karena dia berduri, tidak bisa kami memakannya".
Imam Ibn Al qayyim rahimahullahu ta'ala 'anhu, Ibn Habib berkata : " Rasulullah memberikan kebijaksanaan antara 'Ali bin Abi Thalid, serta istrinya Fatimah, tatkala fatimah mengadu masalah pembantu. Tangannya agak lecek sedikit kali, jadi beliau minta pembantu….kemudian hal ini dikhabarkan kepada Rasulullah, apa jawab Rasululah ketika itu? "Maukah kamu berdua saya kasih tau, apa yang lebih baik untuk kamu berdua ketimbang apa yang kamu adukan/minta tersebut? Jika kamu berdua ingin tidur, maka bertasbihlah 33 kali, bertahmid 33 kali, bertakbir 33 kali, itu jauh lebih baik untuk kamu berdua ketimbang meminta pembantu".(H. R Muslim dan lainnya).
Hadits yang lain, mari kita lihat :
Dari Asma(binti abi Bakar ra), ia berkata : "Aku melayani Zubair(suaminya yang terkenal pencemburu), pelayanan masalah rumah seluruhnya, ada daging dia sendiri yang potong,.akulah yang mencucikan (pakaiannya) , dan aku lah yang melaksanakan( semua kebutuhannya dalam rumah).(hadits shahih riwayat Ahmad)
Bahkan dalam riwayat lain, fatimah sendiri yang mengangkat tepung(kalau dikita orang Indonesia beraslah), makanan pokok, diatas kepalanya, mengadoni sendiri tepung itu untuk dijadikan roti(kalau kita beras dimasaklah), bahkan sampai menimba airpun beliau.
Memang terjadi perbedaan pendapat para ulama dalam hal ini. Tetapi perbedaan mereka seputar, apakah seluruh tugas RT adalah kewajiban sang istri? Kalau Abu Tsaur mengatakan :"Iyah seluruh kewajiban tugas rumah, atas istri". Sementara Imam Malik, Syafi'i, Abu Hanifah melarang kewajiban itu secara keseluruhannya. (masak ia, sampai angkat air dari sumur juga istri, serta angkat padi dari sawah kerumah juga istri? Mereka berpendapat, bahwa hadits diatas ( yang angkat tepung diatas kepala itu lho), adalah sebagai sunnah saja buat istri, bukan kewajiban.
Secara dhahir hadits memang iaya tokh..? tapi koq sampai segitunya sekali sih tugas di berikan pada istri, kalau sanggup suami bantulah istri itu angkat yang berat-berat, tega amat, itu keterlaluan suami namanya, masak biarin istri angkat beras berat-berat. Beras/ tepung dari sawah kerumah diatas kepalanya, (sementara dia ada disana?).
Ada dalam riwayat lain disebutkan, pada akhirnya Asma dilarang angkat tepung diatas kepalanya itu, dan disuruh diam dirumah. Ini dikarenakan sahabat Zubair sangat pencemburu sama Asma, melihat istrinya berjalan dilihat sahabat lainnya. Dia tidak kuat menahan cemburu itu. Maka disuruh dirumah saja. Larangan itu semata karena cemburu.
Sementara pendapat yang mewajibkan khidmah(pelayanan) kepada suami dalam urusan dalam rumah, adalah kewajiban sang istri dengan firman Allah ta'ala (Q.S Al Baqarah 228, "dan bagi kamu wahai para istri, mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana
(Lihat penutup ayat, Allah maha bijaksana, ingat ayat bercerita masalah perkara antara suami istri, maka hukum Allahlah yang jauh lebih bijaksana dalam hal penentuan tugas masing-masing, tidak ditutup disana dengan Allah maha mendengar, atau melihat, tetapi maha bijaksana, luar biasa ayat AlQuran ini sangat detail dan sesuai sekali).
Dalam dhahir hadits diatas, lihatlah. Siapa itu Asma? Anak sahabat yang mulia, orang terdekat dengan rasulullah. Diberikan contoh mengadoni tepung, angkat tepung dan melayani suaminya dalam pekerjaan RT. Ini menandakan, kewajiban khidmah pada suami dalam urusan tugas rumah, tidak ada perbedaan apakah ia istri Presiden, istri menteri, pejabat tinggi, pendidikan tinggi. Magister, doctoral sekalipun istrinya. Tetap saja tugas masalah melayani suami didalam rumahnya adalah tugas utamanya(tentu selain tugas pada Allah Ta'ala, ya'ni beribadah).

Lantas, bagaimana kalau suami ikut membantu tugas dirumah, seperti masak, cuci gosok? Itu adalah suatu kebaikan dari sang suami. Rasulullah sendiripun melakukan hal tersebut. Ibunda 'Aisyah ketika ditanya, bagaimana sih Rasulullah didalam rumahnya, apa yang diperbuat oleh Rasulullah? Apa jawab ibunda Siti 'Aisyah? Beliau adalah sebenar-benar manusia. Melipat pakaiannya sendiri, memeras susu sendiri, dan mengerjakan urusan pribadinya sendiri(H.R Attirmidzi dengan derajat hadits shahih, dishahihkan oleh Imam Al Albani).
Lihat lagi dalam hadits shahih yang lain : "Takutlah kamu kepada Allah dari perempuan, maka sesungguhnya mereka adalah "Awaanun" disisi kamu" "Al 'Aani= tawanan".
Kita tau bukan bagaimana derajat tawanan? Dan bagaimana sikap kita terhadap tawanan. Mereka khadim bagi yang menawannya, sementara yang menawannya tidak boleh keras terhadapnya, harus lembut. Sebahagian ulama salaf berkata : "Tidak diragukan lagi, bahwa menikah adalah sebahagian dari "arriq", maka hendaklah kamu melihat orang yang akan kita muliakan tersebut.
(lihat kitab Adab pergaulan hidup antara suami istri oleh Imam Sa'ad Yuusf halaman 199, juga kitab Undang-undang hidup dalam RT Muslim oleh Dr. Akram Ridha). Didalam kedua kitab tersebut banyak di rincikan tugas dan hak-hak masing-masing kedua belah pihak, perbedaan ulama, beserta dalil-dalilnya dari AlQuran dan Assunnah, sayangnya terjemahannya dalam bahasa Indonesia, saya tidak tahu, saya hanya membaca dalam buku berbahasa Arabnya saja).
Mungkin, tulisan yang diambil oleh ustadz dibawah yang saya copykan, berasal dari buku tersebut, hanya tidak diungkapkan secara keseluruhannya. Hanya sepotong saja, sehingga timpanglah maksudnya. Menyatakan tidak ada kewajiban sang istri dalam hal urusan RT, semacam masak, nyuci ngepel, gosok dan sebagainya itu. Padahal ayat AlQuran dan hadits, baik secara Eksplisit ataupun implisit menyatakan tugas itu terletak dipundak sang istri. Hanya saja, itu bukan berarti suami tak berhak melakukannya. Boleh saja, itu adalah suatu kebaikan dari suami semata.
Jadi, tak ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa makanan yang diberikan suami haruslah makanan jadi. Itu sama saja kita meminta pada Allah ta'ala yang memberikan kita buahan untuk dikupas, memberikan kita binatang ternak untuk dimakan, tetapi langsung jadi, di potong dulu, kemudian dimasak oleh Allah ta'ala. Kalaupun suami memberikan pembantu untuk istrinya, ini juga suatu kebaikan dari suami.
Soal di Arab sana , bila kelihatan ada suami berbelanja di pasar bersama istrinya, atau dia berbelanja sendirian tanpa istrinya. Setau saya, itu dikarenakan memang di Arab sana , terutama Saudi Arabiya, perempuan keluar harus ditemani muhrimnya. Kalau di Mesir perempuan banyak belanja sendiri? Namun, tetap yang masak juga mereka koq, para istri. Kalaupun ada pembantu, tugasnya pembantu memang sekedar "pembantu", bukan pekerjaan utama. Angkat atau tugas berat-berat memang sering diserahkan ke pembantu, bagi yang mampu memiliki untuk membayar pembantu tentunya. Bukankah dalam ayat disebutkan "Bagi yang kaya sesuai dengan kekayaannya dalam memberikan pelayanan bagi istrinya, bagi yang miskin sesuai pulalah dengan kadar kemampuannya" .
Mungkin, sampai disini dulu. Seperti saya sampaikan, kalau membicarakan masalah urusan perkawinan, urusan hak dan kewajiban masing-masing pihak, ngak akan cukup sehari dua untuk membahasnya, karena masih sangat banyak hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak. Saya hanya membahas, dikarenakan hanya untuk mencoba menanggapi akan tulisan dibawah ini saja.
Allahu'aTa'ala A'lam bisshawab.
Wassalamu'alaikum (Rahima.S.S Abd. Rahim, Bukittinggi,4 Juni 2009)
Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?
Pertanyaan
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz yg dirahmati Allah,
Saya adalah seorang ibu yg pernah mengikuti tausiyah Ustadz ketika
mengisi safari Ramadhan di Qatar. Mudah2an Ustadz masih ingat materi
"memuliakan istri", ketika itu ustadz menjelaskan kewajiban suami dalam
hal nafkah, istri tdk berkewajiban memasak, mencuci, menyetrika dll,
(pekerjaan Rmh Tangga), dan dibolehkan meminta hak atas materi kpd suami
utk keperluan pribadinya. Apa yg ustadz sampaikan menuai pro kontra
diantara kami, apalagi saat itu ustadz tidak secara gamblang menyertakan
hadits/ayat Qur'an yg mendasarinya. Pertanyaan saya :

1. Tolong jelaskan hadits/ayat ttg hal tsb diatas, yang rinci ya ustadz.
2. Apakah hal tsb diatas merupakan khilafiyah, diantara para ulama, kalo
ya, tolong juga disertakan pendapat2 ulama lainnya.
3. Dalam terjemahan khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW, pada saat
wukuf diarafah, disebutkan" ...dan berikanlah istrimu makanan dan pakain
yang layak," secara bhs Arab samakah arti makanan dan bahan makanan,
saya mempunyai persepsi hal itu berbeda, krn makanan adalah siap makan,
sedangkan bahan makanan adalah siap olah, tetapi saya ragu, karena ini
terjemahan, khawatirnya saya salah persepsi.

Terima kasih atas jawabannya, semoga masalah ini menjadi lebih jelas dan
kami senantiasa diberi hidayah utk senantiasa ridho dg ketetapan Allah.
Amin
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Widia
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa kabar ibu-ibu sekalian, semoga sehat-sehat ya. Saya mengucapkan
terima kasih yang sebesarnya-besarnya atas semua yang telah disiapkan
oleh ibu-ibu di Doha Qatar dan di kota-kota lainnya, dalam kesempatan
ber-Ramadhan selama saya disana. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan ibu-ibu. Dan saya mohon maaf kalau ada hal-hal yang sekiranya
kurang berkenan di hati dan juga merepotkan.
Tentang materi 'memuliakan istri' itu, memang saya mendengar bahwa
sempat para bapak komplain, ya. Karena ternyata 'kenikmatan' para bapak
selama ini jadi seperti agak dipertanyakan dasarnya.
Sebenarnya bahwa seorang wanita tidak wajib memberi nafkah, baik
makanan, minuman, pakaian dan juga tempat tinggal, bukan hal yang aneh
lagi. Semua ulama sudah tahu sejak kenal Islam pertama kali. Dan
pemandangan itu juga pasti ibu-ibu lihat di Qatar kan . Coba, ibu bisa
lihat di pasar dan supermarket di Doha , yang belanja itu bapak-bapak
kan ? Bukan ibu-ibu, ya?
Nah itu saja sudah jelas kok, bahwa kewajiban memberi makan adalah
bagian dari kewajiban memberi nafkah. Dan yang keluar belanja mengadakan
kebutuhan rumah sehari-hari yang para suami, bukan para istri. Ibu-ibu
kan lihat sendiri di Doha .
Saya sendiri selama di Doha diajak masuk ke tiga mal besar, salah
satunya saya masih ingat, Belagio. Nah, saat saya di dalam ketiga mal
itu, umumnya saya ketemu dengan laki-laki. Perempuan sih ada, tapi
biasanya sama suaminya. Jadi yang belanja kebutuhan sehari-hari bukan
ibu, tapi bapak.

Bahkan pertemuan wali murid di sekolah di Doha pun, bukan ibu-ibu yang
hadir, tapi bapak-bapaknya. Ini juga menarik, sebab kebiasaan kita di
Indonesia , kalau ada pertemuan orang tua / wali murid, yang datang pasti
ibu-ibu. Bapak-bapaknya tidak harus dengan alasan pada kerja. Tapi di
Doha, yang datang bapak-bapak dan meetingnya dilakukan malam hari,
selepas bapak-bapak pulang kerja.
Mana Ayat Quran atau Haditsnya?
Ya, terus terang tidak ada ayat yang menjelaskan sedetail itu, begitu
juga dengan hadits nabawi. Maksudnya, kita akan menemukan ayat yang
bunyinya bahwa yang wajib masak adalah para suami, yang wajib mencuci
pakaian, menjemur, menyetrika, melipat baju adalah para suami.
Kita tidak akan menemukan hadits yang bunyinya bahwa kewajiban masak itu
ada di tangan suami. Kita tidak akan menemukan aturan seperti itu secara
eksplisit.
Yang kita temukan adalah contoh real dari kehidupan Nabi SAW dan juga
para shahabat. Sayangnya, memang tidak ada dalil yang bersifat
eksplisit. Semua dalil bisa ditarik kesimpulannya dengan cara yang
berbeda.
Misalnya tentang Fatimah puteri Rasulullah SAW yang bekerja tanpa
pembantu. Sering kali kisah ini dijadikan hujjah kalangan yang
mewajibkan wanita bekerja berkhidmat kepada suaminya. Namun ada banyak
kajian menarik tentang kisah ini dan tidak semata-mata begitu saja bisa
dijadikan dasar kewajiban wanita bekerja untuk suaminya.
Sebaliknya, Asma' binti Abu Bakar justru diberi pembantu rumah tangga.
Dalam hal ini, suami Asma' memang tidak mampu menyediakan pembantu, dan
oleh kebaikan sang mertua, Abu Bakar, kewajiban suami itu ditangani oleh
sang pembantu. Asma' memang wanita darah biru dari kalangan Bani
Quraisy.
Dan ada juga kisah lain, yaitu kisah Saad bin Amir radhiyallahu 'anhu,
pria yang diangkat oleh Khalifah Umar menjadi gubernur di kota Himsh.
Sang gubernur ketika di komplain penduduk Himsh gara-gara sering telat
ngantor, beralasan bahwa dirinya tidak punya pembantu. Tidak ada orang
yang bisa disuruh untuk memasak buat istrinya, atau mencuci baju
istrinya.
Loh, kok kebalik? Kok bukan istrinya yang masak dan mencuci?. Nah
itulah, ternyata yang berkewajiban memasak dan mencuci baju memang bukan
istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yang wajib
diberikan suami kepada istri. Sebagaimana firman Allah SWT :

Kamis, 17 Juni 2010

MATERI KBM PAI KELAS VII PERTEMUAN I SMT 2
Hukum Nun Mati dan Tanwin
A. Pengertian
Yang dimaksud dengan tanwin adalah :
ٌنوْ نٌ سَا كِنَةٌ تَلْحَقُ آخِرُ الإِ سْمِ لَفْظًا لاَ خَطًّا
“ Tanwin adalah nun mati yang ada pada akhir kalimat isim didalam melafadhkannya atau menyuarakannya tapi bukan didalam tulisannya.”
B. Pembagian Hukum Nun Mati dan Tanwin
Dalam hukum nun mati dan tanwin نْ - ً ٍ ٌ jika bertemu dengan huruf hijaiyah yang berjumlah dua puluh delapan terkecuali alif yakni :
ء ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و هـ ي
Akan menimbulkan empat hukum bacaan yaitu Idhar Halqi, Idghom, Iqlab dan Ikhfa Haqiqi.
Alif itu tidak menerima harokat (mati) sedangkan hamzah menerima harokat.
Hukum nun sukun (نْ) dan tanwin (ً ) terbagi 4, yaitu :
1. Idgham
2. Izhar
3. Iqlab
4. Ikhfa’
Berikut ini penjelasannya :
1. Idgham
Secara bahasa artinya : Memasukkan, maksudnya memasukkan sesuatu ke dalam sesuatu.
Menurut istilah tajwid, memasukkan huruf yang sukun ke dalam huruf yang berharakat, sehingga menjadi satu huruf yang bertasydid
Idgham dalam pengertian hukum Nun Mati atau tanwin apabila Nun Mati atau tanwin menghadapi salah satu huruf yang enam, yaitu Yaa’ (ي), nun (ن), mim (م) dan wau (و) lam (ل) dan raa’ (ر) maka disebut idgham
Idgham dalam hukun mati atau tanwin terbagi 2, yaitu :
• Idgham Bi Ghunnah
• Idgham Bila Ghunnah
- Bi Ghunnah
Secara bahasa Idgham artinya memasukkan Bigunnah artinya : dengan dengung
Maksudnya : dimasukkan ke huruf yang lain dengan mendengung
Huruf-hurufnya adalah : Yaa’ (ي), nun (ن), mim (م) dan wau (و) lam (ل) dan raa’ (ر)
Idgham Bighunnah dalam pengertian hukum Nun Mati atau tanwin apabila Nun Mati atau tanwin menghadapi salah satu huruf Yaa’ (ي), nun (ن), mim (م) dan wau (و) maka disebut idgham Bighunnah
Cara membacanya : dengan memasukkan suara Nun Mati atau tanwin kepada huruf Yaa’ (ي), nun (ن), mim (م) dan wau (و) yang ada dihadapannya sehingga menjadi satu ucapan, seakan-akan satu huruf. Pada waktu mengidghomkan, suara harus ditasydidkan kepada huruf Yaa’ (ي), nun (ن), mim (م) dan wau (و) yang ada di depan Nun Mati atau Tanwin, kemudian ditahan kira-kira 2 ketukan dengan memakai Ghunnah (sengau) ketika membacanya.
Contoh :
• مَنْ يَقُوْلُ : mayy yaquuwlu, disini nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf yaa’ (ي)
• مِهَادًا وَالْجِبَالَ : mihaadaww waljibaala, disini fathah tanwin (دً) bertemu dengan huruf wau (و)
- Bila Ghunnah
Secara bahasa Idgham artinya memasukkan Bilagunnah artinya : tidak memakai Ghunnah(dengung/sengau ),Artinya : dimasukkan ke huruf yang lain tanpa didengungkan.
Huruf-hurufnya adalah : lam (ل) dan raa’ (ر)
Idgham Bilagunnah dalam pengertian hukum Nun Mati atau tanwin apabila Nun Mati atau tanwin menghadapi salah satu huruf lam (ل) dan raa’ (ر) maka disebut idgham bilaghunnah
Cara membacanya : dengan memasukkan suara Nun Mati atau tanwin sepenuhnya kepada huruf lam (ل) dan raa’ (ر) yang ada dihadapannya sehingga menjadi satu ucapan, seakan-akan satu huruf. Pada waktu mengidghomkan, suara harus ditasydidkan kepada huruf lam (ل) dan raa’ (ر) yang ada di depan Nun Mati atau Tanwin, seraya menahan sejenak tanpa memakai Ghunnah (sengau) ketika membacanya.
Contoh :
• مِنْ رَبِّكَ : mirr rabbika, disini nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf raa’ (ر)
• خَيْرٌ لَكُمْ : khoyrullakum, disini dhommah tanwin (رٌ) bertemu dengan huruf lam (ل)
Pengecualian :
Ketentuan idgham tidak berlaku pada pertemuan nun mati dengan huruf ya dan wawu yang terjadi dalam satu kalimat.
Contoh:
الدُّنْيَا ، بُنْيَانٌ ، قِنْوَانٌ ، صِنْوَانٌ
Kasus ini disebut Izh-har muthlaq, yang harus dibaca jelas.

2. Izhar
1. Ta'rif Idhar:
Izhar( الإظهار ).
Dari sudut bahasa: Menyatakan, menerangkan sesuatu). Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Mengeluarkan sebutan setiap huruf dari makhrajnya (tempat keluarnya) tanpa dengung
a. secara Lugot/Bahasa : Al Bayan (Jelas)
b. Istilah Ahli Tajwin: Melapalkan/membaca dengan jelas dengungnya dan tidak panjang bacaannya ketika bertemu nun mati atau tanwin dengan beberapa hurup idhar,
c. izhar dalam pengertian hukum Nun Mati atau tanwin apabila Nun Mati atau tanwin menghadapi salah satu huruf Hamzah( أ ), Ha'( هـ ), 'Ain( ع ), Ha'( ح ), Ghain( غ )dan Kha'( خ ).maka disebut izhar

2. Huruf Idlhar ada 6,
- Hamzah (أ)
- Ha (ه) - Ain (ع)
- Ha (ح) - Gin (غ)
- Kho (خ)

3.Pembagian Idhar:
a. Izhar Halqi( الإظهار الحلقي ).
Dari sudut bahasa: Menyatakan, menerangkan sesuatu. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Mengeluarkan sebutan setiap huruf dari makhrajnya (tempat keluarnya) tanpa dengung. Ia dinamakan Halqi kerana enam hurufnya keluar dari kerongkong. Huruf-huruf tersebut ialah: Hamzah( أ ), Ha'( هـ ), 'Ain( ع ), Ha'( ح ), Ghain( غ )dan Kha'( خ ).
b. Izhar Mutlaq( الإظهار المطلق ).
Dari sudut bahasa: Menyatakan, menerangkan sesuatu. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Mengeluarkan sebutan setiap huruf dari makhrajnya (tempat keluarnya) tanpa dengung. Ia dinamakan Mutlaq ialah kerana makhrajnya bukan dari kerongkongan atau bibir. Izhar Mutlaq dibaca apabila huruf Ya' atau Wau terdapat selepas Nun Sukun di dalam satu kalimah. Ia terdapat pada empat tempat sahaja di dalam al-Quran iaitu: ( قنوان - صنوان - بنيان - الدنيا ).
Manakala( يس والقرآن الحكيم), (ن والقلم وما يسطرون )pula, hukum kedua-duanya adalah Izhar Mutlaq walaupun ia berada di dalam dua kalimah kerana mengikut bacaan riwayat Hafs.
4. Tingkatan Izhar
Dilihat dari segi jauh dekatnya kedudukan 6 huruf izhar, maka terjadi tingkatan hokum izhar yaitu:
1. Izh-har A’la, Izhar yang tinggi atau kuat, yaitu pada huruf Hamzah( أ ), Ha'( هـ ),
2. Izhh-har Ausath, Izh-har pertengahan yaitu pada huruf 'Ain( ع ), Kho'( خ ).
3. Izh-har Adna, Izh-har yang rendah atau lemah, yaitu huruf Ghain( غ )dan Kho'( خ ).
3. Iqlab
Iqlab menurut bahasa adalah merubah sesuatu dari bentuknya. Sedangkan menurut istilah adalah meletakkan huruf tertentu pada posisi huruf lain dengan memperhatikan ghunnah dan penuturan huruf yang disembunyikan (huruf mim). Dinamakan iqlab karena terjadinya perubahan pengucapan nun sukun atau tanwin menjadi mim yang tersembunyi dengan disertai dengung.Huruf al iqlab adalah : ba (ب)
Iqlab dalam pengertian hukum Nun Mati atau tanwin apabila Nun Mati atau tanwin menghadapi ba (ب).maka disebut iqlab
Cara membacanya adalah : harus dirubah menjadi mim, tetapi karena asalnya adalah nun dan tanwin maka cara menyebut huruf mim tidak sepenuhnya bibir tertutup rapat, tetapi bibir sedikit terbuka (perlu praktek).
Contoh :
• مِنْ بَعْدِ : mim ba’di, disini nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf ba (ب)

4. Ikhfa’
khfa'( الإخفاء ).
Dari sudut bahasa: As Satru (tersembunyi atau samar-samar). Maksudnya adalah cara membacanya harus samar-samar, antara nun sukun atau tanwin, dengan huruf-huruf ikhfa’.
Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Membaca huruf yang sifatnya antara Izhar dan Idgham tanpa sabdu serta mengekalkan sifat dengung pada huruf yang pertama. Ia dinamakan Haqiqi ialah untuk menghasilkan Ikhfa' di dalam Nun Sukun dan Tanwin dengan lebih banyak selain dari kedua-duanya.
ikhfa dalam pengertian hukum Nun Mati atau tanwin apabila Nun Mati atau tanwin menghadapi salah satu huruf ta (ت), tsa (ث), jim (ج), dal (د), dzal (ذ), jay (ز), sin (س), sya (ش), shod (ص), dhod (ض), tho (ط), dho (ظ), fa (ف), qof (ق), kaf (ك).maka disebut ikhfa
Huruf-huruf ikhfa’ adalah sebagai berikut ta (ت), tsa (ث), jim (ج), dal (د), dzal (ذ), jay (ز), sin (س), sya (ش), shod (ص), dhod (ض), tho (ط), dho (ظ), fa (ف), qof (ق), kaf (ك).
Bila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf al ikhfa’, maka cara membacanya adalah, harus disamar-samarkan di bibir. Samar-samar antara nun sukun atau tanwin dengan huruf-huruf ikhfa’ tersebut.
Contoh :
• مِنْ تَحْتِهَا : disini nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf ta (ت)
• مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ : disini nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf sya (ش)
• مِنْ دَآبَّة : disini nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf dal (د)
• وَمِنْ ذُرِّيَةِ : disini nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf dzal (ذ)
Huruf-huruf Mufakham (dibaca tebal) seperti : shod (ص), dhod (ض), tho (ط), dho (ظ), dan qaf (ق), dibaca ikhfa’ dengan tebal seperti ketika membaca huruf tebal tersebut, sedang huruf-huruf ikhfa’ lainnya dibaca ikhfa’ tipis seperti ketika menyebut huruf-huruf tersebut.
Lama ikhfa’ adalah 2 harakat.
Cara membaca ikhfa dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

IKHFAA` AQRAB
Apabila Nun mati (bersukun) atau Tanwin bertemu dengan salah satu huruf Ikhfa Aqrab yaitu Tha` ,ط Dal ,د atau Ta` ت , maka dibaca dengan memasukkan Nun mati (bersukun) atau Tanwin kepada salah satu huruf Ikhfa Aqrab yang ada dihadapannya sehingga terdengar samar dan mendekati bunyi ”N” , kemudian ditahan sebanyak kira-kira 2 ketukan
Contoh : ُمنْتَهُوْنَ , يَنْطِقُوْنَ , دَكّاًدَكًّ

IKHFAA` AUSATH
Apabila Nun mati (bersukun) atau Tanwin bertemu dengan salah satu huruf Ikhfaa` Ausath yaitu Syin ش , Sinس , Zai ز, Tha` , ط Dzal ذ, Jimج , Tsa` ث. Shad ص, Dzad ض, atau Fa ف. Maka dibaca dengan memadukan Nun sukun atau Tanwin dengan salah satu huruf Ikhfaa` Ausath yang ada dihadapannya sehingga terdengar samar mendekati bunyi ”NY” yang lebih dekat kepada suara sengau dari pangkal hidung, kemudian ditahan kira-kira 2 ketukan.
Contoh : إِنْ جآءَ كم , يَنْظُرُوْنَ
IKHFAA` AB`AD
Apabila Nun mati (bersukun) atau Tanwin bertemu dengan salah satu huruf Ikhfaa` Ab`ad yaitu Qaf ق atau Kaf ك, maka dibaca dengan cara memadukan Nun bersukun atau Tanwin dengan salah satu huruf Ihkfaa` Ab`ad yang ada dihadapannya sehingga terdengar samar yang mendekati binyi ”NG”, kemudian ditahan kira-kira 2 ketukan. Sedangkan selain dari huruf Ikfa’ Aqrob, Ab’ad dan Ausath boleh dibaca dengan dua wajah yaitu Aqrob atau Ausath
Contoh : منْ قبل, منْك

Selasa, 15 Juni 2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kaum Nasrani pada zaman Rasulullah saw. Telah menggunakan lonceng dalam menyerukan umat untuk beribadah. Tradisi memukul lonceng tersebut berkembang sampai saat ini. Pada suatu hari Rasulullah Saw berkumpul bersama para sahabatnya, mereka membicarakan masalah bagaimana menyerukan kaum muslimin untuk salat berjamaah. Kemudian, seorang dari mereka mengatakan, “bagaimana jika kita mempergunakan lonceng seperti loncengnya orang nasrani?” ada juga yang mengusulkan, “ bagaimana jika menggunakan tanduk seperti serunai orang Yahudi? Maka berkatalah Umar, “ kenapa tidak disuruh saja seseorang untuk menyerukan salat? “ bersabdalah Rasulullah saw. “ Hai Bilal! Bangkitlah, lalu serukanlah azan. (H.R.Ahmad dan bukhari). Demikianlah , awal mula disyari`atkannya azan.

B. Rumusan Masalah
Untuk mengkaji pengertian diatas, penulis mencoba merumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud azan dan iqamah?
2. Apa yang dimaksud salat berjamaah?
3. Bagaimana Menjelaskan ketentuan azan dan iqamah, ketentuan salat berjamaah, ketentuan makmum masbuk dan Menjelaskan cara mengingatkan Imam yang Lupa?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulis memaparkan permasalahan ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan azan, iqamah dan salat berjamaah serta bagaimana menjelaskan ketentuan azan dan iqamah, ketentuan salat berjamaah, ketentuan makmum masbuk dan Menjelaskan cara mengingatkan Imam yang Lupa? Dan tujuan utama adalah memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah pendalaman PAI di Madrasah.
BAB II
PEMBAHASAN

Materi: Azan, Iqamah Dan Salat Berjamaah
Standar Kompetensi Dasar :
Kompetensi Dasar :
Melaksanakan tata cara Azan, Iqamah, Salat Jamaah
3.1 Menjelaskan ketentuan azan dan iqamah
3.2 Menjelaskan ketentuan salat berjamaah
3.3 Menjelaskan ketentuan makmum masbuk
3.4 Menjelaskan cara mengingatkan Imam yang Lupa

A. Azan dan Iqamah
Azan dan iqamah salah satu bagian dari syi`ar Islam. Azan dan iqamah juga merupakan seruan untuk melaksanakan salat berjamaah. Orang yang mendengar suara azan akan merasa terpanggil dan tergerak hatinya untuk segera melaksanakan salat berjamaah. Terlebih jika orang azan itu memiliki suara yang indah, akan lebih terasa menyenangkan jiwa para pendengarnya. Itulah salah satu kehebatan Islam syi`arnya.
1. Pengertian dan Tujuan Azan dan Iqamah
Azan menurut bahasa adalah “memberi tahu”, sedangkan menurut syar` ialah pemberitahuan tentang masuknya waktu salat dengan lafaz-lafaz tertentu. Tujuannya adalah agar mengumandangkan syi`ar islam dan tercapailah seruan untuk salat berjamaah. Hukum mengumandangkan azan adalah fardhu kifayah. Jika dalam suatu kampung tidak ada yang mengumandangkan azan, seluruh penduduknya berdosa. Adapun iqamah adalah pemberitahuan bahwa salat akan segera didirikan.
Menurut Qurtubi, seorang ulama besar, mengatakan bahwa azan mengandung soal-soal akidah karena ia dimulai dengan takbir dan memuat tentang wujud Allah dan kesempurnaannya. Kemudian, di iringi dengan tauhid dan menyingkirkan syirik. Lalu, menetapkan kerasulan Nabi Muhammad saw. Serta seruan untuk patuh dan taat kepada syariat Alllah. Setelah itu, diserukan kemenangan, yakni kebahagiaan yang kekal lagi abadi, dimana terdapat isyarat mengenai kampung akhirat. Kemudian, beberapa kalimat di ulang sebagai penegasan dan untuk menguatkan.
Azan itu disunahkan hanya untuk salat-salat fardhu. Tidak disunahkan azan untuk salat-salat sunah, salat jenazah, salat Idul fitri atau salat Idul Adha.
a. Keutamaan dan ketentuan bagi muazin
Seorang muazin memiliki keutamaan-keutamaan yang telah dijelaskan oleh Raulullah saw., keutamaan-keutamaan seorang muazin adalah sebagai berikut:
1) Bagi muazin dan orang yang datang kepada seruan azan, akan mendapatkan pahala yang amat besar.
2) Bagi muazin akan mendapatkan perhatian istimewa dari Allah swt. Pada hari kiamat.
3) Bagi muazin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya. Bagi mereka yang datang kepada seruan azan, akan mendapatkan doa yang dipanjatkan oleh para malaikat.
4) Terhindar dari penguasaan setan.
5) Muazin akan mendapatkan kepercayaan dari banyak orang.
6) Muazin akan mendapatkan surga yang disiapkan bagi orang-orang yang bertakwa.
Adapun ketentuan yang harus diperhatikan bagi muazin, yaitu sebagai berikut:
1) Hendaklah muazin hanya berharap ridha Allah swt. Sehingga tidak menerima upah.
2) Hendaklah suci dari hadas kecil dan hadas besar
3) Hendaklah ia berdiri menghadap kiblat
4) Hendaklah ia menoleh ke sebelah kiri ketika mengucapkan hayya `alas sholah, dan kesebelah kiri ketika mengucapkan hayya’alalfalah. Menurut imam nawawi, cara ini merupakan cara yang paling benar. Akan tetapi, menurut baihaqi, cara tersebut tidak berasal darri sumber yang benar.
5) Memasukan kedua anak jarinya kedua belah telinganya. Hal ini yang di praktikan bilal.
6) Mengeraskan suara adzan.
7) Melambatkan bacaan adzan dan menyegerakan bacaan iqomah.
8) Adzan harus dilakukan pada awal waktu shalat, tanpa memajukan atau memundurkannya. Akan tetapi adzan waktu fajar (subuh) boleh memajukanya dari awal waktu jika dapat di bedakan antara adzan yang pertama dan yang kedua sehingga tidak terjadi kekeliruan. Adzan yang pertama bukan menginformasikan masuknya waktu subuh, tetapi hanya membangunkan kaum muslimin.
9) Hendaklah ia sendiri yang melakukan iqomah, meskipun dibolehkan orang lain yang melakukan iqomah.
Ketentuan adzan ini hanya bagi muslim laki-laki, sedangkan muslimah tidak ada adzan dan iqomah bagi mereka. Akan tetapi ada juga ulama lain yang berpendapat bahwa tidak ada masalah bagi wanita untuk adzan dan iqomah.

b. Lafaz-lafaz azan dan Iqamah
Lafaz-lafaz yang di kumandangkan ketika adzan adalah sebagai berikut:
1) Takbir, yaitu mengagungkan Allah swt. Tidak ada kata atau cara untuk menyeru orang selain dengan lafz-lafaz Allah swt, dengan mengagungkan lafaz Allah, semua manusia yang mendengarnya merasa di seru untuk segera menunaikan kewajibannya kepada Allah swt. Lafaz takbir adalah:
Allah Mahabesar Allah Maha Besar


2) Syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah. Sejak manusia di Alam rahim, mereka sudah menyatakan bahwa hanya Allah-lah yang menjadi tuhan mereka. Seruan Adzan ini mengingatkan manusia yang telah lalai terhadap perjanjianya kepada Allah untuk kembali menyatakan kesaksian mereka bahwa tiada tuhan selain Allah.

Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah
3) Syahadat bahwa Muhammad adalah rsul Allah. Dengan persaksian bahwa Muhammad rasul Allah, kita harus mengikuti sunnah-sunnah beliau.

Aku bersaksi bahwa Muhammad Adalah utusan Allah
4) Menyerukan untuk salat. Salat merupakan salah satu perintah islam yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat Islam dan salat merupakan tiangnya agama. Menyerukan untuk salat berarti menyerukan seluruh hukum-hukum Allah untuk dilaksanakan dan diamalkan oleh umat Islam.
Marilah kita menunaikan salat.
5) Menyerukan untuk meraih kemenangan. Allah telah menjanjikan kemenangan untuk umat islam, yaitu kebahagiaan dunia akhirat. Jika kita telah melaksankan seluruh hukum-hukum Allah dalam kehidupan kita, Insya Allah akan meraih kemenangan.


6) Takbir. Azan diawali dengan takbir dan dijakhiri pula dengan takbir.
Allah Mahabesar Allah Mahabesar


7) Tahlil, merupakan salah satu kalimat tauhjid yang menyatakan bahwa Tiada Tuhan selain Allah.
Tiada Tuhan selain Allah


8) Pada waktu azan Subuh ditambahkan denjgan lafaz
Salat lebih baik daripada tidur

Lafaz ini diserukan setelah lafaz hayya 'alalfalah.
Adapun lafaz-lafaz iqamah sama seperti; azan, hanya pada iqamah masing-masing disebut satu kali kecuali lafaz Allahu Akbar dan lafaz qad qdmatis, salah. masing-masing disebut dua kali







c. Bacaan bagi orang yang Mendengar Azan
Disunahkan bagi yang mendengar azan untuk menirukan kata-kata yang diucapkan muazin. Namun, ketika muazin mengucapkan: Hayya 'alas-saldh dan Hayya 'alalfaldh, maka yang mendengar ucapan itu, menjawab:


Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan perkenan Allah.
Hal ini disebabkan, ketika muazin mengucapkan kalimat-kalimat ikrar sebelumnya, para pendengar menyatakan kesetujuannya atas apa yang diucapkan oleh muazin. Akan tetapi, mengingat bahwa kedua lafaz tersebut mengandung ajakan untuk melaksanakan salat, maka yang demikian itu hanya cocok bagi muazin. Adapun yang mendengar ajakan tersebut mengucapkan Id haula wa Idquwwata ilia billdhil dliyyil azim, untuk menunjukkan bahwa setiap pekerjaan hanya dapat berlangsung atas perkenan Allah Swt.
Ketika muazin Subuh mengucapkan as-shdlatu khairum minan naum, maka yang mendengarnya menjawab:

Benar, dan aku termasuk orang-orangyang bersaksi akan hal itu.
Setelah selesai azan dikumandangkan, disunahkan membaca salawat
untuk Nabi saw.



Ya Allah, Tuhannya seruan yang sempurna ini, serta salatyang segera didirikan; karuniakanlah al-wasilah (kedudukan amat mulia di surga) serta keutamaan, kemuliaan dan derajatyang tinggi bagi Muhammad. Dan berikanlah kepadanya tempat yang terpuji, yang telah Engkau janjikan kepadanya. Sungguh Engkau takkan pernah menyalahi janji-Mu).


B. Salat berjamaah
Pekerjaan akan lebih mudah jika diselesaikan dengan berjamaah (bersama-sama), di antara kelebihannya adalah dari segi waktu menjadi lebih efektif dan efisien. Dari segi tenaga menjadi lebih hemat, dari segi hasil menjadi lebih bagus dan sempurna. Itulah salah satu perumpamaan dari salat secara berjamaah, pahala salat yang akan kita dapatkan lebih besar jika dibandingkan dengan salat munfarid. Namun, tentunya dengan syarat harus sesuai dengan ketentuan salat yang benar.
1. Pengertian dan Hukum Salat Berjamaah
Baerjamaah berarti berkumpul. Salat berjamaah adalah salat yang dikerjakan secara bersama-sama paling sedikit dua orang, yang seorang menjadi imam dan seorang sebagai makmum..
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, sebagian mereka berpendapat bahwa hukum salat berjamaah adalah fardu'i 'ain, artinya salat fardu harus dilakukan dengan berjamaah. Sebagian berpendapat bahwa hukum salat berjamaah adalah fardu kifayah, artinya dalam suatu kampung harus ada yang salat berjamaah. Dan sebagian lainnya berpendapat bahwa hukum salat berjamaah adalah sunah muakkad, artinya sangat dianjurkan untuk berjamaah. Sebagaimana firman Allah SWT:
         •                   •          •           •   •        •      
Artinya: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat] , Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan Karena hujan atau Karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.
Perbedaan tersebut harus disikapi dengan positif, bagaimana sikap kita? Sebaiknya dari sekarang kita berlatih untuk salat berjamaah di masjid, karena salat berjamaah memiliki keutamaan dibandingkan dengan salat sendirian. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh baginda Rasulullah saw.


Salat berjamaah itu lebih utama daripada salat sendirian, sebanyak dua puluh derajat (H.R. Bukhari Muslim)
Salat berjamaah baik dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Namun, apakah perempuan diharuskan jug£. pergi ke masjid untuk salat berjamaah? Dalam hal ini, Rasulullah Saw. bersabda:
Janganlah kamu menghalangi perempuan-perempuan ke masjid, walaupun rumah mereka (perempuan) lebih baik bagi mereka untuk beribadah. (H.R. Abu Daud)
Bagi perempuan, salat berjamaah di rumah lebih baik, tetapi juga mereka tidak boleh dilarang untuk pergi ke masjid untuk berjamaah.
2. Ketentuan Salat Berjamaah
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam salat berjamaah, yaitu sebagai berikut.
a. Dianjurkan untuk berjalan dengan tidak tergesa-gesa menuju masjid.
b. Bagi imam dianjurkan untuk tidak terlalu panjang membaca ayat-ayat Al-Quran. Apabila jamaah terdiri. Dari orang-orang lemah dan tua renta. Jika salat sendirian sangat dianjurkan untuk lama dalam salatnya.
c. Dianjurkan bagi imam untuk memperlambat bacaannya pada rakaat
pertama sambil menunggu makmum yang tertinggal.
d. Makmum hams mengikuti imam dan tidak boleh mendahuluinya.
e. Makmum tidak boleh lebih depan daripada tempat imam.
£ Makmum tidak boleh tertinggal dari imam dengan sengaja. Miasalnya, imam sudah sujud, sedangkan makmum masih berdiri.
g. Jika sese'orang yang salat munfarid (sendirian) telah selesai, dan mendapati imam untuk salat berjamaah, maka dibolehkan ia mengulangi salatnya dengan niat salat sunah. Tidak dibenarkan salat fardu dilaksanakan dua kali salat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

Janganlah kamu salatsatu macam salat dalam sehari dua kali. (H.R. Muslim)
h. Imam disunahkan untuk memerintahkan makmum merapatkan saf dan mengisi yang lowong. Dari Annas r.a berkata:

Bahwa Nabi Saw menghadap kepada kami sebelum takbir dan bersabda: "Rapatkan dan ratakan. " (H.R. Bukhari dan Muslim)
i. Mengisi saf yang paling depan terlebih dahulu. Budaya di kita masih belum berkeinginan untuk meraih saf(bzrisan) terdepan karena mayoritas masyarakat kita lebih senang mendapat saf yang paling belakang. Padahal, j«/'pertama lebih utama daripaaa saf kedua., dan saf kedua. lebih utama daripada safketiga., dan begitu seterusnya.
3. Ketentuan Makmum Masbuk
Masbuk secara etimologi berarti ketinggalan. Dan secara terminologi adalah makmum yang datang ketempat salat berjamaah dan mendapat imam telah berada dalam salat. Adapun pendapat lain mengatakan masbuk adalah makmum yang salat bersama imam, tetapi tidak bersamaan takbiratul ihramnya dengan imam. Artinya, orang yang tertinggal atau terlambat untuk mengikuti salat berjamaah. Oleh karena itu, hendaklah ia segera berniat salat sebagai makmum lalu bertakbiratul ihram dan mengikuti imam dalam keadaan apapun juga. Apabila didapatinya imam sedang berdiri, ia ikut berdiri bersamanya. Jika mendapatinya sedang duduk tasyahud, ia pun mengikutinya dalam tasyahud itu. Kemudian, janganlah ia berdiri sampai imam mengucapkan salam. Jika imam telah memberi salam, hendaklah ia takbir waktu berdiri untuk menyelesaikan ketinggalannya.
Dalam hal ini, apabila makmum masbuk masih sempat rukuk bersama imam, maka ia dihitung telah mendapat satu rakaat, meskipun sebelumnya tidak sempat membaca Surah al-Fatihah, karena Fatihabnya itu ditanggung oleh imam. Oleh sebab itu, dianjurkan bagi seorang imam untuk sedikit memanjangkan rukuknya apabila ia merasakan kedatangan seorang makmum pada waktu itu. Akan tetapi hal ini jangan dijadikan alasan bersantai-santai untuk salat berjamaah. Seperti banyak ditemukan, orang ia sudah tiba di masjid, tetapi tidak segera salat berjamaah bersama imam melainkan menunggu imam rukuk. Ketika melihat imam hendak rukuk, barulah ia niat dan bertakbiratul ihram kemudian langsung rukuk. Sekalipun salatnya itu telah dianggap satu rakaat, tetapi perbuatan itu kurang terpuji.
Untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal, rakaat pertama yang sempat diikuti makmum masbuk dianggap sebagai rakaat awal baginya. Dengan demikian, untukm menyempurnakan salatnya, makmum masbuk harus menambah rakaat yang tertinggal sebagai bagian akhir dari salatnya.
5. Cara Mengingatkan Imam yang Lupa
Imam juga manusia yang tidak luput dari khilaf. Imam juga pernah lupa dalam memimpin salat. Adakalanya lupa bacaan atau gerakannya. Jika lupa bacaannya, makmum langsung memberitahu bacaan tersebut. Akan tetapi, jika imam salah/keliru gerakan, misalnya imam seharusnya tasyahud, tetapi langsung berdiri maka makmum menegur imam dengan mengucapkan subhanallah. Jika imam mendengar kalimat ini, imam pun akan menyadari kekeliruannya. Akan tetapi, jika jamaah laki-laki tidak menyadari kekeliruan imam, hanya jamaah wanita yang mengetahui kesalahan tersebut. Jamaah wanita cukup dengan menepuk kedua tangannya karena suara wanita jangan sampai terdengar oleh jamaah laki-laki. Hal ini didasarkan dari Sahl bin Sa'ad as-Saidi dari Nabi Muhammad saw. bersabda:


Barangsiapa yang terganggu oleh sesuatu dalam salatnya, hendaknya ia mengucapkan "Subhanallah." Bertepuk tangan adalah untuk kaum wanita, sedang bertasbih untuk kaum lelaki. (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan Nasai)

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Azan dan iqomah adalah pemberitahuan tentang masuknya waktu salat. Salat berjamaah adalah salat yang dikerjakan secara bersama-sama paling sedikit dua orang, Adapun ketentuan yang harus diperhatikan bagi muazin, yaitu sebagai berikut:
Hendaklah muazin hanya berharap ridha Allah swt. Sehingga tidak menerima upah.
Hendaklah suci dari hadas kecil dan hadas besar
Hendaklah ia berdiri menghadap kiblat
Hendaklah ia menoleh ke sebelah kiri ketika mengucapkan hayya `alas sholah, dan kesebelah kiri ketika mengucapkan hayya’alalfalah. Menurut imam nawawi, cara ini merupakan cara yang paling benar. Akan tetapi, menurut baihaqi, cara tersebut tidak berasal darri sumber yang benar.
Memasukan kedua anak jarinya kedua belah telinganya. Hal ini yang di praktikan bilal.
Mengeraskan suara adzan.
Melambatkan bacaan adzan dan menyegerakan bacaan iqomah.
Adzan harus dilakukan pada awal waktu shalat, tanpa memajukan atau memundurkannya. Akan tetapi adzan waktu fajar (subuh) boleh memajukanya dari awal waktu jika dapat di bedakan antara adzan yang pertama dan yang kedua sehingga tidak terjadi kekeliruan. Adzan yang pertama bukan menginformasikan masuknya waktu subuh, tetapi hanya membangunkan kaum muslimin.
Hendaklah ia sendiri yang melakukan iqomah, meskipun dibolehkan orang lain yang melakukan iqomah.
Ketentuan adzan ini hanya bagi muslim laki-laki, sedangkan muslimah tidak ada adzan dan iqomah bagi mereka. Akan tetapi ada juga ulama lain yang berpendapat bahwa tidak ada masalah bagi wanita untuk adzan dan iqomah.
B. Saran dan kritik
Kita selaku makhluk social, tidak bias hidup sendiri. Pastinya membutuhkan bantuan ataupun pertolongan orang lain. Maka selaku umat manusia berbuat baiklah kepada sesame.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangannya baik dalam isi maupun susunan pembahasannya, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Depag. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung : Diponegoro
Hasbiyallah,M.Ag.2008. Fiqih untuk kelas VII Madrasah Tsanawiyah, Bandung http://www.ensiklopedia islam untuk pelajar,2001

Jumat, 04 Juni 2010

Ya ALLAH berikanlah hamba isteri yang salehah, anugerahilah hamba keluarga yang damaidan keturunan yang baik,serta berikanlah hamba tempat tinggal yang penuh berkah, sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat tinggal

Minggu, 09 Mei 2010

Humor NU

Mic Tanpa Kabel
02/04/2010
Seorang peserta muktamar dalam komisi bahtsul masail diniyah waqiiyah sempat marah-marah karena suaranya terdengar putus-putus saat ia menyampaikan pendapat. Mungkin karena microphonnya rusak. Tapi dia merasa ada yang sengaja menghalanginya berbicara.

"Ini tidak betul ini. Masak giliran saya bicara mic-nya putus-putus begini. Padahal saya kan mau menyampaikan ta'bir (referensi) dari pendapat yang saya kemukakan tadi," katanya.

"Tenang-tenang. Mohon bersabar dulu biar mic-nya dibetulkan sama panitia," kata ketua sidang.

Seorang panitia yang mengetahui hal itu secara cekatan langsung menghampiri muktamirin dan langsung mengganti mic yang dipakai seorang muktamirin tadi dengan mic baru yang lebih bagus, yakni mic tanpa kabel atau memakai wire less. Namun ternyata peserta muktamirin tadi tambah marah.

"Ini mic yang pakai kabel aja putus-putus. Apa lagi yang nggak pakai kabel," katanya. (nam)